Pulau Rote, yang oleh orang-orang lokalnya juga disebut Lote, adalah sebuah pulau di Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang termasuk dalam Propinsi Nusa Tenggara Timur di
Gugus Kepulauan Sunda Kecil.
Selain sebagai wilayah paling selatan di Indonesia, Rote
juga dikenal sebagai Nusa Lontar. Lontar di sini adalah nama pohon yang mungkin
lebih umum dikenal sebagai Siwalan, sejenis palma yang dapat tumbuh hingga usia
seratus tahun di wilayah Asia Selatan dan Tenggara.
Di Rote, pohon-pohon lontar adalah penguasa vegetasi. Di Oeulu,
dusun penempatan saya di pesisir Rote Timur, dia tumbuh tinggi-tinggi menjulang mengalahkan pohon-pohon kelapa. Setiap
tahun, mulai bulan Agustus hingga November, para Bapak tanpa kenal lelah akan naik turun pohon lontar menyadap
karangan bunga atau tongkol bunga betinanya untuk mengumpulkan ber-barrel-barrel air nira atau yang disebut
masyarakat lokal sebagai tuak. Empat
bulan inilah yang dikenal sebagai musim sada
tuak di Rote.
Sedari kecil, anak-anak Oeulu sudah akrab dengan pohon
lontar. Pelepah pohon yang sudah kering dan jatuh ke tanah menjadi teman
bermainnya walaupun hanya sekedar didorong-dorong dan ditarik-tarik ke sana dan
ke sini layaknya gerobak balap. Saat akan datang musim sada tuak, ada Oe No Kili
Vepa (dalam bahasa Rote Timur berarti air kelapa dan mengiris pelepah
lontar) yaitu saat seisi rumah berkumpul dimana para laki-laki akan mengiris
pelepah lontar dan mengikatnya satu persatu menjadi anak tangga panjat pohon
lontar sementara anak-anak perempuan membantu ibu di dapur menyiapkan masakan
berunsur santan serta penganan-penganan lain. Tidak jarang juga, saat
musim sada tuak tiba, beberapa anak
menemani ibu mereka memasak air nira yang berhasil dikumpulkan Si Bapak hingga
matang.
Kedekatan pohon lontar dengan kehidupan anak-anak murid saya
inilah yang saya manfaatkan sebagai metode mengajar. Harapan saya adalah dengan
menggunakan apa yang setiap hari mereka lihat akan membantu mereka mengingat apa
yang saya ajarkan. Serta menggunakan apa yang mereka anggap penting dalam kehidupan
mereka ini juga memudahkan saya untuk memaknakan apa yang saya ajarkan kepada
mereka. Namanya Pohon Lontar Kebaikan, ide ini merupakan modifikasi dari Pohon
Kebaikan-nya Priska Sebayang Pengajar Muda Angkatan ke-4 yang bertugas di Pulau
Kawio, Sangihe, Sulawesi Utara.
Hari itu mata anak-anak murid saya lebih berbinar saat saya
masuk kelas dengan beberapa gulung karton warna-warni yang mencuat dari sebuah
kantung plastik yang saya jinjing, ada beberapa gunting dan lem di dalamnya.
Kebahagiaan mereka meledak saat saya mengumumkan bahwa kami akan bersama-sama
membuat pohon lontar sebagai penghias dinding kelas kami dari bahan dan alat
yang saya bawa.
Dalam sekejap, karton coklat yang saya bawa sudah berubah
rupa jadi batang pohon lontar, karton kuning diguntingnya segitiga menjadi apa
yang mereka sebut bebak atau pelepah
lontar yang tumbuh mencuat dari batang pohon lontar, dan karton hijau
menjadi daun-daun besar, terkumpul di
ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun lontar memang serupa
kipas bundar.
Di tengah kebanggaan murid-murid saya atas hasil buah tangan
mereka yang kini memberi sedikit warna pada kelas kesayangan kami, saya pun
menyampaikan sebuah kesepakatan kepada mereka bahwa pohon ini akan berbuah
kebaikan setiap siapapun melakukan kebaikan itu. Pohon Lontar Kebaikan akan
berbuah Ringan Tangan saat ada yang menolong temannya, atau berbuah Pemberani
saat ada yang berani meminta maaf setelah berbuat salah pada temannya, itu
janji saya. Harapannya sedikit demi sedikit pohon lontar ini dapat membuahkan
banyak hal-hal baik yang dapat mereka baca setiap hari. Dengan hanya kata-kata
positif yang mereka perhatikan setiap hari di kelas, saya berharap sifat-sifat
itu jugalah yang tumbuh subur di dalam mereka.
Dan kemanapun mereka pergi dan melihat pohon lontar, semoga
buah-buah kebaikan itulah yang senantiasa mereka ingat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar