Jumat, 04 Januari 2013

Talang Mamak : Pets at Their Best

Sejak kapan manusia memelihara binatang sebagai teman (bukan sebagai pekerja)?
Entah darimana datangnya tiba-tiba saya langsung mengetik keywords "history of keeping pets" di Google. 

Jadi begini katanya.

Sejarah peradaban manusia mencatat kegiatan memelihara binatang untuk kesenangan sudah dimulai sejak Jaman Romawi Kuno. Anjing diperkirakan adalah binatang peliharaan pertama di dunia, karena sudah sejak dahulu kala dijinakkan manusia. Anjing dan burung menjadi binatang yang umum dipelihara untuk kesenangan pada Jaman Romawi. Begitu juga kucing dan kuda, walaupun dua hewan ini masih dipekerjakan.

Abad ke-7 peradaban Cina kemudian mencatat ikan mas koki (goldfish) sebagai peliharaan para biksu Buddha di kolam kuil mereka. Budaya ini berlanjut di Cina, hingga abad ke-14, jenis ikan ini kemudian dipelihara di akuarium bulat di dalam rumah.



Berlanjut ke jaman pertengahan (Middle Age), para penyihir juga identik dengan kepemilikan kucing sebagai peliharaan.

Sejarah juga mencatat mulainya kebiasaan memelihara hewan pengerat di tahun 1500-an. Guinea Pigs (mirip hamster) aslinya berasal dari Amerika Latin. Hewan ini dibawa penjelajah Spanyol ke Eropa hingga akhirnya mendunia, bahkan Ratu Elizabeth I pun pelihara Guinea Pigs!
Lukisan Queen Elizabeth I oleh William Segar.

Dan hubungan manusia dan hewan sebagai binatang peliharaan berlanjut hingga sekarang. Ada yang pelihara reptil purbalah, anjing super minilah, sampe binatang langka yang sebenarnya dilindungi. Sejarawan sih bilangnya cuma orang berduit yang bisa punya hewan peliharaan.

Tapi saya jadi ingat tujuan ekspedisi saya tahun 2007 silam, Dusun Tuo Datai, dusun Suku Talang Mamak terhulu di Batang Gangsal, Riau. Ini beberapa binatang engga biasa yang jadi teman mereka.

  Majikan kecilnya asik mengasah bilah bambu jadi mainan, sementara binatang yang entah tupai entah cecurut ini setia menunggu. Ekornya seperti tupai tapi moncongnya lancip seperti cecurut, tinggalnya pun di lubang-lubang tanah! Sore itu kakak-beradik ini mengasuh adik bungsunya sambil membawa Si Peliharaan jalan-jalan.

 Kalau yang ini peliharaan Bapak Dukun Desa, tukang mengobati seisi dusun. Seekor tupai berbulu hitam-coklat-putih dan memakai anting berbentuk pendulum dengan motif garis warna-warni. Si tupai ini tidak pernah mau keluar dari rumah Si Dukun. Saking jinaknya saya pun sempat berfoto sama si tupai dan anggota keluarga Pak Dukun, lengkap!


Ini yang mengejutkan, seorang ibu tua yang pelihara anak beruang! Saat berjumpa, Si Ibu mau mengajak beruangnya mandi di sungai. Si beruang layaknya anak girang saja mengikuti Si Ibu ke Batang Gangsal.
Si Ibu bercerita dia menemukan beruang saat masih bayi, ia ditinggal induknya di hutan yang kabur karena takut akan kedatangan Si Ibu dan beberapa orang yang hendak menugal. Saya sebagai anak kota sih mikir apa jadinya kalau si beruang sudah jadi besar, naluri hewan akan tetap naluri hewan kan? Tapi melihat Si Beruang asik bermain sama Si Ibu sepertinya semua akan baik-baik saja.

Dusun Tuo Datai jadi dunia baru buat saya. Dimana lagi saya bisa melihat dusun yang warganya berteman dengan penghuni hutan? Tidak perlu diikat-ikat atau dikandangi. Ya, buat saya ini seperti The Jungle Book yang jadi nyata. Kalau ada kesempatan, mampirlah ke sini.

Bahkan suatu malam pun, warga dusun tetangga datang ke rumah ketua adat tempat kami menginap, untuk membicarakan soal gajah yang mengamuk di kampung mereka. Saya dan teman- teman cuma bisa saling meyakinkan kalau kami engga salah dengar, tetangga mereka memang beruang, gajah dan harimau sumatra. Tidak seperti kita.

Mungkin manusia harusnya memang seperti itu, dekat dengan alamnya. Tidak menjinakkan binatang karena tali ikat atau kandang, tapi karena memang ga ada yang jadi majikan, saling jadi teman aja.

Ah saya jadi merasa beruntung pernah ke sana.

Mamak Beruang
Seorang ibu Suku Talang Mamak mengasuh seekor anak beruang yang ditinggalkan induknya di hutan. Suku Talang Mamak tinggal di tengah rimba Bukit Tiga Puluh Riau. Aneka satwa liar memang sahabatnya. Begitu juga dengan Si Ibu yang sudah menyayangi Si Beruang layaknya anak, lebih dari sekedar sahabat. Mungkin memang begitu adanya, kasih sayang tidak melihat rupa, ia hanya perlu dibagi dan dirasa.
Tulisan ini terinspirasi oleh tema dan dibuat untuk berpartisipasi dalam Turnamen Foto Perjalanan Ronde 10.

2 komentar:

  1. ferly keren banget foto2nya. gue belum sampai ke desa datai.insyallah kalau ada waktu gue akan kesana lagi, dan harus nympe ke desa Datai. kemarin lu berapa hari di Datai? kayaknya seru banget. nanti deh, gue juga mau share foto and pengalaman gue slama di TNBT. hehehee...
    jadi ngiri gue baca n liat foto di blog lu.

    BalasHapus
  2. iya mas deddy harus mampir ke tuo datai suatu hari nanti! Ditunggu sharingnya!

    BalasHapus